Northren Territory : No Town Like Alice

 

 

Jantung Australia tidak melulu tentang panas gurun. 20 Juli 2017. Tentu saja, kegiatan di hari pertama saya dalam menghadapi sebuah tempat tinggal baru adalah mengamati.

Segala sesuatu yang mendasar ada di Alice Springs, Northren Territory. Sebut saja K-mart, Woolworths, Coles, Maccas, KFC, Target, Cinema, dan oh pastinya restoran Asia.

Well, we can’t find H&M or Starbucks, but there’s some café, bar, and coffee shops that pretty comfy and super chill in Alice. Saya tidak benar-benar menyadari betapa uniknya Alice sampai saya naik ke atas bukit bernama Anzac Hill di tengah pusat kota.

Penduduk Alice Springs sekitar 30.000 jiwa. Kota ini seperti dibangun dengan cukup efisien yang dipadu megahnya bukit bebatuan. Dari Anzac Hill terlihat bagian pusat kota yang terkotak-kotak. Perbukitan MacDonnell Ranges yang membelah timur dan barat kota akan terlihat menguning kemerah-merahan menjelang senja

Bagaimana bisa sebuah kota dibangun di tengah-tengah gurun? Lantas, seberapa hidupkah kota ini.

“They said Alice is the capital city for desert people. you don’t need worries about finding the job in Alice. There are always positions vacant”

Saya ingat kalimat tersebut pernah terucap dari mulut Ciggy (manager roadhouse yang egosentrik). Saya sempat sanksi, apa iya pekerjaan casual di restoran, hotel atau sektor konstruksi sekalipun selalu buka.

Seminggu saya melamar pekerjaan di sejumlah café dan hostel. Sejujurnya, ada periode dimana otak ini berpikir, “where am I? what am I gonna do,?”. Ini biasanya terjadi seditik dua detik setelah bangun tidur. Apalagi, kalau bangunnya di hostel. “Am I sleep at bunk bed. Who are this people? Why this place so messy?,”

But, lets get real ! Hari kedelapan saya di Alice, saya mendapat panggilan kerja di salah satu café paling sibuk di Alice. Sebagai kitchen hand.

Tak lupa, pekerjaan ini saya raih berkat informasi dari Tika, seorang kawan WHV Indonesia. “Barusan Chef-nya nelpon gue, kayaknya mereka lagi butuh orang. Coba loe drop resume sekarang. Ya, sekarang juga,” kata dia, suatu sore

“Gue pernah trial di situ satu malam. Sebenernya nggak super sibuk, tapi hawa-hawa dapurnya itu lhooo, agak kurang nyaman. Ya, tapi loe coba aja,’’ tambah dia.

Besoknya, saya pun mendapatkan periode trial selama tiga hari sebelum akhirnya tanda tangan kontrak kerja. Cafe ini buka sejak pukul 8 pagi untuk sarapan, lalu berlanjut makan siang sejak pukul 11.30 hingga 2.00 siang. Kitchen akan tutup sementara, dan buka kembali sejak pukul 5.00 sore hingga 10.00 malam. Saya bekerja untuk shift pagi.

Lantaran pekerjaan utama saya adalah dishwasher, jadi biasanya saya mulai kerja di saat tenaga ekstra diperlukan. Maksudnya, saat cucian piring atau peralatan masak telah. Ini rata-rata terjadi sejak pukul 9 pagi. Sebab, sudah ada dua chef dan satu asisten chef yang mulai kerja sejak dapur dibuka pada 6.30 pagi.

Intensitas pekerjaan cuci piring kian sibuk menjelang pukul 12 siang. Di jam segitu, tiga orang chef untuk shift malam mulai bekerja. Sedari siang, mereka cukup rajin melalukan persiapan hidangan makan malam.

And that was a real challenge. Cucian piring makan siang pelanggan restoran ditambah permintaan enam orang chef sekaligus dalam waktu bersamaan. Bahkan, kertika chef-nya enak diajak ngobrol atau becanda, selalu ada piring, panci serta perintilan lainnya yang minta dicuci.

And I was stay calm under pressure. Saking calm-nya, saya terkadang nggak mood becanda, (if you know what I mean). But it’s alright, setidaknya setiap bekerja saya masih dapat minum es kopi atau makan salad gratis. Saya mendapatkan waktu kerja 30 jam per minggu. Sementara rate gaji berkisar AUD 18,81 hingga AUD 28,22 per jam.

Oh iya, saya bertemu lagi dengan Hernan, setelah seminggu di Alice. Dia juga kena pecat manager roadhouse. “Actually, it’s my fault. I have argue with him about my day off schedule. But, yes he’s such a d*ck!” Hernan setidaknya butuh waktu hampir dua minggu mencari pekerjaan di Alice. Seminggu pertama, dia mendapatkan trial untuk kerja sebagai tour guide. Hernan hampir yakin dirinya diterima kerja. Namun nasib berkata lain. Hingga akhirnya, dia berlabuh di sebuah toko Burito.

Hernan mengakui, Alice Springs di luar ekspektasinya .Kita membuang jauh-jauh anggapan kalau orang-orang gurun itu aneh. Justru di Alice, orang-orang terlihat lebih santai. Gemar minum beer di sore hari. Lalu, segerombolan komunitas hippies. Bahkan, ada kasino dengan musik ala-ala clubbing yang buka hingga jam 3 pagi. Setidaknya, dalam dua bulan saya tinggal di Alice, ada perayaan tiga festival budaya.

“ I like this town, maybe I could stay until January next year. I wanna feel the heat,” kata Hernan.
Cuaca di Alice memang extremely unique. Pagi hari di kala winter, temperature mampu mencapai 5-10 derajat celcius, lalu memanas hingga 28-35 derajat di siang hingga sore hari. Sementara di periode springs titik panas mencapai 38 derajat, dan terendahnya 15-20 derajat. Sedangkan kala summer titik tertingginya mencapai 45 derajat. Namun, tingkat kelembaban tidak setinggi area Utara Australia. Dan saya tak akan lupa, langit Alice selalu biru cerah.
Kembali ke cerita pekerjaan kitchen hand. Di awal, seorang chef shift malam kerap menegur saya. “You have to be fast. No left dishes when you finish by 3 PM. No joke,” Terguran ini tentu memacu saya.

Bagaimanapun, ada target 88 hari sebagai syarat visa WHV tahun kedua yang mesti saya kejar. Hitungan saya kala itu, kalau berjalan lancar, maka saya bisa meraih 13 payslip gaji pada pertengahan Oktober. Sebagai catatan, saya sudah punya 4 payslip gaji dari pekerjaan di roadhouse sebelumnya.

Hidup di Alice terus berjalan hari demi hari. Tak ada lagi terguran chef yang bersifat signifikan. Hingga suatu hari, di pekan ketujuh saya bekerja, seorang chef berkata ada calon dishwasher baru untuk shift malam yang akan trial siang hari. Saya mengerti hal ini, pasalnya seorang dishwasher shift malam akan resign pada pekan depan. “You don’t have to come tomorrow (Thursday). But it’s only one day. You’ll work again in Friday,”
Kenyataannya, pada jumat pagi sama menerima SMS ‘pemecatan’. Isi SMS persis seperti ini :

“Hey, farid we decided that you not work for us anymore you got slow again and again and I told you many times. Sorry,”

Semacam kesel juga sih karena berasa diputusin via SMS. Saya bisa nerima kalau hal-hal seperti ini diungkapkan secara verbal. Hari itu juga saya ketemu manager, bukan untuk melakukan pembelaan. Melainkan, saya minta tanda tangan untuk form second year. Pas bertemu pun, tak banyak hal terucap. Manager hanya bertanya, berapa syarat hari yang telah saya kumpulkan. Kala itu, saya sudah mengantongi 63 hari. 

“So, you need to collect 25 more day. I think it will easy for you. Good luck,”

(Damn you, bit*h. Do you know what I feel?! I almost get there. And you just cut it off). Tapi hal ini tentu saja cuma saya ucapkan dalam hati.
Hari-hari berikutnya, saya berpikir ulang, untuk tetap tinggal atau bertahan di Alice. Ada jeda selama tiga hari saya menganggur, sebelum akhirnya mendapat pekerjaan kitchen hand kembali di café yang tidak terlalu ramai. Jam kerja yang diberikan di bawah 25 jam per minggu.
Kemudian, satu per satu backpacker yang saya kenal mulai meninggalkan Alice, atau setidaknya pindah dalam waktu dekat. Selain itu, kamar kos saya akan habis kontrak di akhir September. Perlu diketahui, kamar ini merupakan sublet dari seseorang yang pergi bekerja di komunitas pedalaman NT selama dua bulan.
Saya bicarakan rencana pindah saya ke Hernan. Dia bilang, waktu yang saya punya tidak mepet. Jadi mencoba kota baru bukan sebuah resiko besar.

 

 Sabtu malam. 30 September 2017. Hari itu Alice dibasahi hujan. Tidak lebat. Cukup santai. Hujan pertama setelah, kira-kira tiga bulan sebelumnya, tidak ada setetes air pun yang turun dari langit. Kini, kembali saatnya saya mengucapkan kata ‘selamat tinggal’ kepada Hernan… rrrrr nggak melow seperti itu sih. Saya hanya bilang, kemungkinan saya cuma main panas-panasan aja di tempat baru. Sementara Hernan berujar, dia masih yakin bisa tinggal di Alice sampai Januari. 

Bus Greyhound berangkat pukul 7.35 PM. Tak butuh waktu lama, pemandangan dari kaca jendela bus berubah dari kota kecil menjadi gurun. Bibir ini tersenyum simpul karena sadar ada beberapa misteri Alice yang belum saya temui jawabannya.
15 jam dari Alice, udara mulai lembab menguap. Temperature berhenti di kisaran 35-39 derajat celcius. Sendiri, kini saya menghadapi Katherine.
To Be Continue…..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *